Sabtu, 24 Januari 2015

EVALUASI PENERAPAN TEKNOLOGI PEMBORAN UNDERBALANCED PADA SUMUR JTB-189A LAPANGAN JATIBARANG PERTAMINA DO HULU CIREBON

EVALUASI PENERAPAN TEKNOLOGI PEMBORAN UNDERBALANCED
PADA SUMUR JTB-189A LAPANGAN JATIBARANG
PERTAMINA DO HULU CIREBON
Intan Prameswari (113120013) , Rizky Aditya Herdiana(113120023)
Teknik Perminyakan, UPN “Veteran” Yogyakarta




ABSTRAK
Pada perusahaan Pertamina DO Hulu Cirebon perlu dilakukan infill drilling dalam meningkatkan perolehan tingkat produksinya. Dari berbagai sumur yang berada didalam lapangan Jatibarang, pada sumur JTB-189A yang sebagai salah satu infill well dilakukan proses pemboran Underbalanced yang dikarenakan oleh situasi dan kondisi formasi yang ditembus. Didalam melakukan proses Underbalanced diperlukan tekanan hydrostatik yang lebih kecil daripada tekanan pori formasinya. Oleh karena itu diperlukan fluida pemboran yang memiliki densitas yang ringan untuk memperoleh tekanan hidrostatik yang kecil.



PENDAHULUAN
Usaha untuk mempertahankan atau meningkatkan produksi minyak dari suatu lapangan terus dilakukan. Salah satu usaha yang dilakukan di Lapangan Jatibarang adalah penambahan titik serap suatu sumur. Penambahan titik serap tersebut dilakukan pada Formasi Volkanik Jatibarang.
Berdasarkan data geologi dan reservoar, Formasi Volkanik Jatibarang terdiri dari rekahan-rekahan alami dan mempunyai tekanan yang sudah turun (depleted) dari 0,438 psi/ft menjadi 0,287 psi/ft. Sedangkan berdasarkan data pemboran, pemboran konvensional (overbalanced) yang dilakukan pada Formasi Volkanik Jatibarang selalu mengalami masalah hilang sirkulasi dan pipa terjepit. Dengan demikian Formasi Volkanik Jatibarang merupakan kandidat yang cocok untuk penerapan pemboran underbalanced.
Teknik pemboran underbalanced yang diterapkan di Sumur JTB-189A adalah pemboran aerasi yaitu dengan cara menurunkan densitas lumpur dasar (air) dengan menggunakan nitrogen sampai didapatkan densitas lumpur aerasi yang diinginkan agar memberikan tekanan hirostatis lumpur yang tidak melebihi tekanan formasi .Metode yang dipakai untuk perhitungan laju volumetrik nitrogen yang diinjeksikan di pemukaan adalah metode Gas Law karena memberikan hasil perhitungan yang lebih mendekati dengan kenyataan di lapangan daripada menggunakan metode Poettman-Bergman.
Dengan menggunakan software perhitungan lumpur aerasi yang penulis buat, dilakukan evaluasi terhadap hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya kehilangan sirkulasi dan pipa terjepit bila ditinjau dari pembersihan lubang bor yang tidak baik. Kecepatan lumpur aerasi minimum yang dibutuhkan untuk pengangkatan serbuk bor supaya serbuk bor terangkat sampai permukaan adalah sebesar 100 fpm. Kecepatan lumpur aerasi akan menurun ketika melalui diameter ekuivalen yang lebih besar.
Desain ulang yang dilakukan terhadap pemboran underbalanced, diharapkan dapat memberikan pembersihan lubang bor yang lebih baik ketika diterapkan pada sumur lainnya di Lapangan Jatibarang sehingga masalah hilang sirkulasi dan pipa terjepit tidak akan terjadi.

TINJAUAN PUSTAKA
Underbalanced Drilling
Underbalanced Drillingmerupakan tekanan hidrostatik fluida pemboran diusahakan di bawah tekanan pori formasi yang sedang dibor. Keadaan ini dapat dilakukan dengan menambahkan gas seperti udara atau nitrogen ke dalam fasa cair fluida pemboran.
Untuk mencapai kondisi underbalanced pada saat mengebor, perlu adanya peralatan yang menunjang dan pemilihan fluida yang cocok dengan kondisi reservoir. Metoda pemboran underbalancebiasanya dilakukan untuk mencegah  hal-hal yang dapat terjadi pada pemboran formasi bertekanan rendah, yang bila dilakukan dengan teknik overbalance akan mendatangkan masalah seperti kehilangan sirkulasi, kerusakan formasi serta  pipa terjepit.

Keuntungan Metoda Underbalanced Drilling
Metoda Underbalanced Drilling (UBD) mempunyai kelebihan dibandingkan dengan pemboran overbalance yang menggunakan fluida pemboran dengan gradien tekanan lebih besar dibanding dengan tekanan formasi. Kelebihan-kelebihan tersebut adalah :
·         Mencegah terjadinya hilang lumpur (loss circulation).
·         Meningkatkan laju penembusan pahat.
·         Mencegah terjadinya pipa terjepit (differential pipe sticking).
·         Mencegah terjadinya kerusakan formasi (formation damage).
·         Meningkatkan hasil penilaian formasi.
·         Biaya penggunaan lumpur pemboran relatif berkurang.
Disamping kelebihan diatas, metode pemboran underbalance juga mempunyai kelemahan, di antaranya dilihat dari :
  • Aspek keamanan.
  • Aspek biaya.
  • Aspek kerusakan.

Mencegah Terjadinya Hilang Lumpur (Loss Circulation)
Hilang sirkulasi adalah masuknya lumpur pemboran ke dalam formasi. Hilang sirkulasi dapat sebagian, dimana terdapat sirkulasi balik ke permukaan dan hilang total, yaitu tidak ada sirkulasi balik ke permukaan dari lubang bor.
Hilang sirkulasi dapat terjadi pada dua tipe formasi berikut :
1.      Formasi yang dapat membuat lumpur masuk ke dalamnya seperti :
·      Formasi dengan rekah alami (natural fractures).
·      Zona bergua/gerowong (cavernous).
·      Zona berpermeabilitas tinggi.
2.      Formasi yang mengalami perekahan yang disebabkan oleh :
·      Berat lumpur yang terlalu tinggi.
·      Tingginya laju alir lumpur yang dapat meningkatkan equivalent circulating mud weight,  gme = gm + gaf , dimana gaf adalah meningkatnya equivalent circulating mud weight yang disebabkan kehilangan tekanan di annulus yang sebanding dengan laju alir lumpur.
gaf = Pann-loss / 0.052 / kedalaman
·      Tekanan surge yang disebabkan kecepatan memasukkan rangkaian drillstring (tripping-in) terlalu cepat yang dapat meningkatkan equivalent circulating mud weight, gme = gm + gsurge , dimana gsurge sebanding dengan ukuran pipa.
·      Kurangnya pembersihan lubang bor yang dapat menyebabkan meningkatnya densitas lumpur.
Dalam proses pemboran, terdapat kemungkinan pahat menembus formasi dengan gradien tekanan rekah yang relatif rendah (lapisan permeabilitas sangat besar, rekah-rekah dan lain-lain). Bila hal ini terjadi besar kemungkinan lumpur masuk ke formasi. Salah satu alternatifnya adalah dengan menurunkan berat lumpur serendah mungkin, tetapi sifat-sifat fisik dan kimia untuk mendukung pemboran masih terjaga. Bila dengan menggunakan air tawar (r = 8,33 ppg) dengan gradien tekanan hidrostatik 0,433 psi ternyata masih juga loss, maka fluida pemboran dapat diperingan dengan menggunakan udara atau gas yang dilarutkan pada fluida pemboran, bisa juga dengan menggunakan busa atau foam. Jika formasinya ternyata sangat porous dan fluida di annulus tetap turun, maka fluida pemboran di annulus ditarik dengan menggunakan peralatan separator yang divakumkan dan digunakan rotation blow out preventer sebagai packer antara lubang dengan udara luar.
Dengan diterapkannya pemboran underbalance pada tipe formasi tersebut maka kemungkinan kehilangan sirkulasi dapat dihindari, karena penggunaan lumpur pemboran yang memberikan tekanan lubang bor di bawah tekanan formasi.

Gasified Liquid Drilling (Pemboran Aerasi)
Fluida pemboran aerasi terdiri dari fasa gas yang diinjeksikan (dicampur) ke dalam fasa lumpur dasar (oil base-mud atau water base-mud) dimana fraksi fasa cairan lebih dari 25 % dan lumpur aerasi ini mempunyai densitas efektif antara 4-7 ppg. Penggunaan lumpur aerasi ini terutama untuk mencegah terjadinya problem kehilangan sirkulasi yang akan terjadi jika menggunakan fluida pemboran konvensional. Pengaturan tekanan sirkulasi dapat dilakukan dengan mengatur laju (rate) gas injeksi dan laju lumpur yang dipompakan. Biasanya perbedaan tekanan antara tekanan hidrostatis lumpur aerasi di lubang bor dengan tekanan pori formasi berkisar antara 200-500 psi14) (tekanan underbalanced). Tidak seperti teknik pemboran underbalanced lainnya, fasa cairan fluida pemboran aerasi dapat digunakan kembali setelah sirkulasi dan kembali ke permukaan.

Komponen Fluida Pemboran Aerasi.
Fluida pemboran aerasi terdiri dari dua fasa, yaitu fasa cairan sebagai lumpur dasar dan fasa gas yang digunakan untuk mengurangi densitas lumpur dasar.

Fasa Cairan (Lumpur Dasar)
Biasanya lumpur pemboran overbalanced yang ringan digunakan sebagai fasa cairan (lumpur dasar) untuk fluida pemboran aerasi, dimana komponen utamanya adalah air (water-based mud) atau minyak (oil-based mud) sebagai contoh yaitu air tawar, air asin, diesel, crude oil dan kondensat. Jika memungkinkan, lumpur pemboran tidak akan digunakan sebagai fasa cairan dari pemboran aerasi, akan lebih baik jika aliran fluida dari formasi sendiri yang digunakan sebagai fasa cairan. Karena jika digunakan lumpur pemboran maka akan terkontaminasi oleh aliran fluida dari formasi dan untuk merekondisikan lumpur ini membutuhkan biaya yang lebih mahal misalnya untuk membuang kontaminannya. Air tawar lebih sering digunakan sebagai lumpur dasar karena lebih mudah mendapatkannya.

Fasa Gas
Udara di alam terbentuk dari campuran gas-gas dengan komposisi tertentu, yaitu 78% nitrogen, 21% oksigen dan 1% gas-gas lain seperti argon, neon dan lainnya. Karena udara tersedia di bumi dalam jumlah banyak, maka biaya penyediaan udara sangat murah. Udara juga tidak beracun sehingga setelah digunakan sebagai campuran lumpur aerasi dapat dibuang langsung ke alam tanpa merusak lingkungan.
Keuntungan menggunakan udara sebagai fluida sirkulasi dalam pemboran aerasi antara lain :
1.       meningkatkan laju penetrasi karena udara mengurangi tekanan hidrostatis pada formasi yang sedang dibor, sehingga batuan lebih mudah terlepas untuk menyeimbangkan perbedaan tekanan. Laju penetrasi di kebanyakan formasi dapat meningkat 100% dibandingkan menggunakan fluida pemboran yang lain.
2.       tidak menyebabkan kerusakan formasi, karena udara memiliki berat yang sangat ringan dibandingkan fluida pemboran lain.
3.       fluida formasi dapat diketahui seketika karena udara membentuk sistem underbalanced di depan formasi sehingga fluida formasi masuk ke dalam sumur.
4.       Penginjeksian udara ke dalam lumpur bertujuan mengimbangi tekanan formasi sehingga tidak terjadi masalah hilang sirkulasi.
Udara merupakan fluida kompresibel yang volumenya dipengaruhi tekanan dan temperatur. Karena densitas lumpur aerasi dipengaruhi oleh volume udara maka densitas lumpur aerasi berbeda pada setiap kedalaman.
Nitrogen dengan kadar 92-99,5 % (oksigen = 0,5-8 %) biasanya lebih sering digunakan sebagai fasa gas yang diinjeksikan, karena lebih mudah untuk diproduksikan dan tidak lebih korosif.

Teknik Pemboran Aerasi
Ada dua teknik dasar untuk penginjeksian/pencampuran gas ke dalam fasa lumpur dasar yaitu pencampuran yang dilakukan di permukaan sebelum masuk ke rangkaian drillstring dan pencampuran yang dilakukan di dalam lubang melalui annulus.

ANALISA DATA

Data – data :
Kedalaman                              : 2078 mku (6817 ft) 
Tekanan permukaan                : 14,7 psia
Gradien Tekanan Formasi        : 0,293 psi/ft
Temperatur permukaan           : 60 °F
Gradient temperatur                  : 0.015 °F/ft
Lumpur dasar yang dipakai       : air tawar (8,334 ppg ; 28 MF-detik ; 1 cp)
Laju alir lumpur dasar               : 150 gpm = 20,1 cfm
Gas yang dipakai                       : Nitrogen (0,017 cp)
N2 gravity                                  : 0,97
ROP                                          : 5 min/m = 39,3 fph
RPM                                          : 60 rpm
Flow Through Motor:                min. : 175 gpm,
                                                  maks. = 275 gpm
A.     Densitas lumpur aerasi (rA) yang diinginkan :
  • Tekanan formasi pada kedalaman 1978 mkt (6489,8 ft)
= 6489,8 x 0,293
= 1901,5 psi
  • Tekanan underbalanced pada kedalaman 1978 mkt (6489,8 ft), persamaan  3.10. :
= 1901,5 psi – 200 psi
= 1701,5 psi » 5,04 ppg
\ (rA) = 5,04 ppg

B.     Volume N2 yang diinjeksikan dari permukaan :
·    T1 = 520 °R
·    T2 = {(6489,8/2) x 0,015} + 520 °R
     = 568,7 °R
·    P1 = 14,7 psia
·    P2 = {(6489,8 x 0,293 ) + 14,7 } / 2
     = 958 psi
·    Volume 1 scf N2 pada kondisi kedalaman 6489,8 ft (pers. 3.5) :
     = 0.0168 cuft
·    Jika gravity N2 (S) = 0,97, maka densitas N2 (rgs) pada kondisi permukaan adalah sebesar (pers. 3.6):
rgs          = (2,703 x 0,97 x 14,7) / 520
     = 0,0741 lbm/ft3» 0,00991 ppg
·    Maka density N2 pada kondisi kedalaman 6489,8 ft (pers. 3.7):
= 0,00124 lbm/ft3» 0,000166 ppg
·    Laju volumetrik N2 pada kedalaman 6489,8 ft (pers. 3.9) :
= 97,8 gpm » 13,1 cfm
·    Total laju alir (N2 + lumpur dasar)
= 13,1 + 20,1
= 33,2 cfm
  • Dengan demikian laju volumetrik N2 yang diinjeksikan di permukaan adalah sebesar (pers. 3.11) :
            = 779 scfm

Metode Poettman dan Bergmann :
   = 88, 24 scf/ bbl
   = ( 0,35 x 88,24 x 150 ) / 14,7

   = 315 scfm
Gambar : Grafik Hubungan Kedalaman Terhadap Laju Volumetrik Nitrogen
Gambar: Grafik Hubungan Kedalaman Terhadap Densitas Lumpur Aerasi.
Penentuan metode perhitungan yang mendekati dengan kenyataan di lapangan :
  • Dengan menggunakan cara yang sama seperti pada point B (Gas Law Method) dan point C (P& B Method), dilakukan perhitungan untuk berbagai kedalaman : Ditunjukkan pada Tabel:Perbandingan Antara Metode Poettman-Bergmann dengan Metode Gas Law Untuk Volume Gas Injeksi
Kecepatan dan pola aliran lumpur aerasi ( 2078 mku) :
  • Data lubang bor, tubular dan serbuk bor :
Tabel : Data Lubang Bor, Tubular dan Serbuk Bor
  • Kecepatan lumpur aerasi di annulus OH 6” – DP 3,5” (2078 mku = 6818 ft), (pers. 3.19) :
= 256,12 fpm
  • Bilangan Reynold (NRe) untuk kecepatan lumpur aerasi sebesar 256,12 fpm (pers. 3.21) :
= 64835,61
NRe> 4000 maka pola aliran lumpur aerasi di OH 6” – DP 3,5” pada kedalaman 6818 ft adalah turbulen.
  • Untuk perhitungan pada bagian annulus lainnya pada setiap kedalaman dapat dilihat pada tabel.
Pengangkatan serbuk bor :
  • Kecepatan terminal serbuk bor (tuff) :

= 2,96 fpm
  • Bilangan Reynold serbuk bor (NRec), (pers. 3.28) :
= 5,9006
1 < (NRec) < 2000, maka pola alirannya  adalah transisi.
  • Konsentrasi serbuk bor di annulus :
= ( 0,01778 x 39,3 ) + 0,505
= 1,2 %
  • Kecepatan pengangkatan serbuk bor (pers.3.32):
= 82,47 fpm
  • Koreksi kecepatan terminal serbuk bor terhadap inklinasi (q³ 45°), (pers. 3.31) :
= 1,96

  • Kecepatan minimal lumpur aerasi (Vmin) yang dibutuhkan untuk mengangkat serbuk bor ke permukaan :
= 82,47 + ( 2,96 x 1,96 )
= 88,29 fpm
  • Vann> Vmin256,12 fpm > 88,29 fpm
\         Kecepatan lumpur aerasi di annulus pada kedalaman 6818 ft lebih dari kecepatan minimal yang dibutuhkan untuk pengangkatan serbuk bor, maka pengangkatan serbuk di OH 6” – DP 3,5” bor sudah baik.
Gambar 4.5. : Grafik Hubungan Kedalaman Terhadap Kecepatan Lumpur Aerasi di Annulus dan Kecepatan Minimal Lumpur Aerasi Yang Dibutuhkan Untuk Pengangkatan Serbuk Bor Yang Baik

PEMBAHASAN
Pemboran horizontal sumur JTB-189A pada lapangan Jatibarang dilakukan untuk penambahan titik serap sumur dengan target lapisan adalah Formasi Volkanik Jatibarang. Berdasarkan data reservoar Lapangan Jatibarang, tekanan pada Formasi Volkanik Jatibarang telah turun (depleted) menjadi sebesar 0,287 psi/ft (tahun 2000) dari 0,438 psi/ft (tahun 1973). Berdasarkan referensi dari sumur JTB-88, perkiraan tekanan formasi sumur JTB-189A pada kedalaman 1880 mkt adalah sebesar 1806 psi (5,63 ppg). Hal ini berarti bahwa penggunaan lumpur dasar air (8,33 ppg) saja sudah menyebabkan kemungkinan terjadinya kehilangan sirkulasi. Berdasarkan data-data geologi, diperkirakan Formasi Volkanik Jatibarang terdiri dari rekahan. Dan dari data pemboran, seringkali ketika operasi pemboran memasuki Formasi Volkanik Jatibarang, selalu terjadi kehilangan sirkulasi.  Dengan demikian Formasi Volkanik Jatibarang merupakan kandidat yang tepat untuk pelaksanaan operasi pemboran underbalanced.
Fungsi dari gas yang diinjeksikan ke dalam lumpur dasar pada pemboran aerasi adalah untuk meringankan berat lumpur dasar tersebut sampai didapatkan berat yang diinginkan untuk memberikan kondisi underbalanced terhadap formasi yang sedang dibor. Sedangkan salah satu fungsi lumpur aerasi yang bersirkulasi adalah untuk mengeluarkan serbuk bor dari lubang bor.

Volume nitrogen berpengaruh terhadap kondisi temperatur dan tekanan pada suatu kedalaman. Dengan demikian fraksi nitrogen dan lumpur dasar akan berubah terhadap kedalaman. Perubahan fraksi ini akan mempengaruhi perubahan densitas dan viskositas lumpur aerasi pada setiap kedalaman. Untuk perhitungan laju volumetrik gas injeksi teoritis, pada penelitian ini menggunakan metode Gas Law, karena memberikan hasil perhitungan lebih mendekati dengan kenyataan di lapangan (± 18,6 %) dari pada menggunakan metode Poettman-Bergmann (± 63,2 %). Selanjutnya dengan software perhitungan lumpur aerasi yang penulis buat, dilakukan perhitungan-perhitungan untuk berbagai kedalaman.
Pada pemboran kedalaman 1978 mkt, densitas lumpur aerasi yang diinginkan adalah sebesar 5,04 ppg. Dengan laju injeksi lumpur dasar (air = 8,33 ppg) sebesar 150 gpm, maka laju volumetrik nitrogen yang dibutuhkan untuk menurunkan densitas lumpur dasar sebesar densitas lumpur aerasi yang diinginkan adalah sebesar 13,1 cfm. Sedangkan injeksi nitrogen dari permukaan sebesar 779 scfm. Fraksi lumpur dasar di permukaan adalah sebesar 2,51 % sedangkan fraksi nitrogen adalah sebesar 97,49 %. Karena volume nitrogen berpengaruh terhadap kondisi tekanan dan temperatur pada setiap kedalaman, maka fraksi lumpur dasar pada kedalaman 1978 mkt adalah sebesar 77,03 % sedangkan fraksi gas menjadi sebesar 22,97 %. Perubahan fraksi masing-masing fasa tersebutlah yang menurunkan densitas lumpur dasar dari 8,33 ppg menjadi 5,04 ppg (lumpur aerasi). Hal yang sama juga terjadi pada viskositas lumpur aerasi, karena fraksi nitrogen sangat besar di permukaan, maka viskositas lumpur aerasi menjadi kecil (0,082 cp), namun ketika sampai pada kedalaman 1978 mkt karena fraksi gas berkurang maka viskositas lumpur aerasi naik menjadi 0,77 cp. Hal yang sebaliknya terjadi ketika lumpur aerasi bersirkulasi di annulus.
Pengangkatan serbuk bor yang baik adalah apabila kecepatan lumpur aerasi       di annulus (Vann) lebih dari kecepatan minimal lumpur yang dibutuhkan untuk mengangkat serbuk bor (Vmin). Pada pemboran kedalaman 1978 mkt, kecepatan minimal lumpur aerasi yang dibutuhkan untuk mengangkat serbuk bor keluar dari lubang bor adalah sebesar 88,52 fpm. Sedangkan kecepatan lumpur aerasi minimal yang terjadi adalah sebesar 91,53 fpm dengan pola aliran turbulen sepanjang annulus. Hal ini berarti bahwa Vann> Vmin. Dengan demikian pengangkatan serbuk bor sepanjang annulus sudah baik. Maka, kemungkinan terjadinya masalah hilang sirkulasi dan pipa terjepit jika di tinjau dari pembersihan lubang bor tidak akan terjadi.
Secara teoritis, desain program sirkulasi yang dilakukan pada kedalaman 2003 mkt (2164 mku) menunjukkan bahwa operasional pemboran aerasi tidak akan menemui hambatan jika laju alir lumpur dasar yang dipompakan sebesar 150 gpm. Dengan menggunakan laju alir lumpur dasar sebesar 150 gpm, tiga kriteria desain telah terpenuhi yaitu dapat memberikan tekanan undernalanced yang diinginkan (960 scfm), memberikan pembersihan lubang bor yang cukup (950 scfm) dan dapat memberikan power ke mud motor dengan laju alir volumetrik nitrogen maksimum adalah sebesar (920 scfm)
Perhitungan dan evaluasi yang sama dapat dilakukan terhadap masalah hilang sirkulasi (partial) yang terjadi pada kedalaman 2118 mku maupun 2158 mku. Pada kedalaman 2158 mku, untuk mengurangi resiko tertinggalnya peralatan di dalam lubang bor akibat sering terduduknya rangkaian drillstring, maka mud motor tidak digunakan lagi. Berdasarkan data yang diambil di lapangan, laju alir lumpur dasar adalah sebesar 125 gpm dan laju alir volumetrik nitrogen adalah sebesar 1010 scfm. Bila dilakukan perhitungan secara teoritis maka pengangkatan serbuk bor sepanjang annulus pada kedalaman tersebut sudah baik dan bila ditinjau dari desain program sirkulasi maka laju alir lumpur sebesar 125 gpm tidak akan memenuhi kriteria desain, terutama untuk kebutuhan minimum mud motor yaitu sebesar 150 gpm. Tetapi karena mud motor sudah tidak digunakan lagi maka hal ini dapat di abaikan. Kehilangan sirkulasi tersebut dimungkinkan karena pemboran menembus zona rekahan, sehingga fluida pemboran masuk ke dalamnya dan tidak ada sirkulasi balik ke permukaan.
Untuk pemboran aerasi pada sumur JTB-189A, pengangkatan serbuk bor kurang baik jika laju alir lumpur dasar yang dipompakan £ 100 gpm, hal ini akan terjadi di annulus antara selubung 9 5/8” dan DP 3,5”. Karena semakin besar diameter ekuivalen annulus maka kecepatan lumpur aerasi yang melalui annulus tersebut akan semakin kecil hingga Vann< Vmin yang menyebabkan kurangnya pengangkatan serbuk bor.
Pada saat menembus zona rekahan tersebut (2003 mkt) tidak terdapat aliran sirkulasi balik lumpur aerasi ke permukaan hal ini dapat berarti bahwa formasi masih belum mampu menahan tekanan lumpur aerasi (rA = 5,05 ppg) dengan drawdown underbalanced sebesar 200 psi. Berdasarkan analisa dengan software yang penulis buat agar pemboran tetap berlangsung tanpa adanya masalah hilang sirkulasi dan tidak terangkatnya serbuk bor, maka DUB dirubah menjadi 350 psi. Dengan DUBsebesar 350 akan memberikan densitas lumpur aerasi yang lebih rendah yang selanjutnya akan memberikan tekanan lubang bor yang lebih rendah sehingga diharapkan formasi masih mampu menahannya dan kehilangan formasi tidak akan terjadi. Dengan laju alir lumpur yang sama (100 gpm) penurunan densitas air formasi tersebut membutuhkan laju volumetrik gas yang lebih besar pada kedalaman 2003 mkt, sehingga fraksi gas pada setiap kedalaman juga akan bertambah besar. Hal ini berarti laju alir lumpur aerasi pada setiap kedalaman juga akan meningkat sehingga kecepatan lumpur aerasi meningkat juga. Meningkatnya kecepatan lumpur aerasi ini berarti pembersihan lubang bor yang semakin baik.

KESIMPULAN
2.       Perubahan fraksi lumpur dasar dan nitrogen akan mempengaruhi densitas dan viskositas lumpur aerasi pada setiap kedalaman, dimana fraksi lumpur dasar untuk lumpur aerasi lebih dari 25 persen.
3.       Ditinjau dari pengangkatan serbuk bor, untuk menghindari problem hilang sirkulasi dan pipa terjepit, maka kecepatan minimal lumpur aerasi yang diperlukan untuk pengangkatan serbuk bor yang baik pada kedalaman 1930 mku – 2164 mku adalah sebesar 100 fpm.
4.       Dengan DUB = 200 psi masalah hilang sirkulasi terjadi pada kedalaman 2003 mkt dan ini dapat dikarenakan formasi masih belum mampu menahan tekanan yang diberikan oleh lumpur aerasi (rA = 5,05 ppg).
5.       Agar pembersihan lubang bor baik dan masalah hilang sirkulasi tidak terjadi, maka DUB dapat di ubah dari 200 psi menjadi 350 psi dan ini memberikan densitas lumpur aerasi dari 5,05 ppg menjadi sebesar 4,61 ppg yang selanjutnya akan memberikan tekanan lubang bor yang masih mampu ditahan oleh formasi dan meningkatkan kecepatan lumpur aerasi di annulus.


                                                                                                                                                                  

LAMPIRAN
Tabel: Data Lubang Bor, Tubular dan Serbuk Bor
DATA LUBANG BOR
CASING
ID, inch
Panjang, ft
SURFACE
9,625
4019
LINER
7
2313
OPEN HOLE
6
486
TUBULAR
ID, inch
OD, inch
Panjang, ft
DP 4,75”
2,687
4,75
2484
DC 4,5”
3,826
4,5
646
DP 3,5”
2,687
3,5
3688
DATA SERBUK BOR
Diameter, inch
Density, ppg
Shale
0,079
20,8
Sandstone
0,02
18,3
Limestone
0,019
22,5
Silts
0,079
20,8
Tuffa
0,02
18,3



Tidak ada komentar:

Posting Komentar