EVALUASI
PENERAPAN TEKNOLOGI PEMBORAN UNDERBALANCED
PADA
SUMUR JTB-189A LAPANGAN JATIBARANG
PERTAMINA
DO HULU CIREBON
Intan
Prameswari (113120013) , Rizky
Aditya Herdiana(113120023)
Teknik
Perminyakan, UPN “Veteran” Yogyakarta
ABSTRAK
Pada
perusahaan Pertamina DO Hulu Cirebon perlu dilakukan infill drilling dalam
meningkatkan perolehan tingkat produksinya. Dari berbagai sumur yang berada
didalam lapangan Jatibarang, pada sumur JTB-189A yang sebagai salah satu infill
well dilakukan proses pemboran Underbalanced yang dikarenakan oleh situasi dan
kondisi formasi yang ditembus. Didalam melakukan proses Underbalanced
diperlukan tekanan hydrostatik yang lebih kecil daripada tekanan pori
formasinya. Oleh karena itu diperlukan fluida pemboran yang memiliki densitas
yang ringan untuk memperoleh tekanan hidrostatik yang kecil.
PENDAHULUAN
Usaha untuk mempertahankan atau
meningkatkan produksi minyak dari suatu lapangan terus dilakukan. Salah satu
usaha yang dilakukan di Lapangan Jatibarang
adalah penambahan titik serap suatu sumur. Penambahan titik serap tersebut
dilakukan pada Formasi Volkanik Jatibarang.
Berdasarkan data geologi dan
reservoar, Formasi Volkanik Jatibarang terdiri dari rekahan-rekahan alami dan
mempunyai tekanan yang sudah turun (depleted)
dari 0,438 psi/ft menjadi 0,287 psi/ft. Sedangkan berdasarkan data pemboran,
pemboran konvensional (overbalanced)
yang dilakukan pada Formasi Volkanik Jatibarang selalu mengalami masalah hilang
sirkulasi dan pipa terjepit. Dengan demikian Formasi Volkanik Jatibarang
merupakan kandidat yang cocok untuk penerapan pemboran underbalanced.
Teknik pemboran underbalanced yang diterapkan di Sumur
JTB-189A adalah pemboran aerasi yaitu dengan cara menurunkan densitas lumpur
dasar (air) dengan menggunakan nitrogen sampai didapatkan densitas lumpur
aerasi yang diinginkan agar memberikan tekanan hirostatis lumpur yang tidak
melebihi tekanan formasi .Metode yang dipakai untuk perhitungan laju volumetrik
nitrogen yang diinjeksikan di pemukaan adalah metode Gas Law karena memberikan
hasil perhitungan yang lebih mendekati dengan kenyataan di lapangan daripada
menggunakan metode Poettman-Bergman.
Dengan menggunakan software perhitungan lumpur aerasi yang
penulis buat, dilakukan evaluasi terhadap hal-hal yang dapat menyebabkan
terjadinya kehilangan sirkulasi dan pipa terjepit bila ditinjau dari
pembersihan lubang bor yang tidak baik. Kecepatan lumpur aerasi minimum yang
dibutuhkan untuk pengangkatan serbuk bor supaya serbuk bor terangkat sampai
permukaan adalah sebesar 100 fpm. Kecepatan lumpur aerasi akan menurun ketika
melalui diameter ekuivalen yang lebih besar.
Desain ulang yang dilakukan
terhadap pemboran underbalanced,
diharapkan dapat memberikan pembersihan lubang bor yang lebih baik ketika
diterapkan pada sumur lainnya di Lapangan Jatibarang sehingga masalah hilang
sirkulasi dan pipa terjepit tidak akan terjadi.
TINJAUAN
PUSTAKA
Underbalanced
Drilling
Underbalanced
Drillingmerupakan
tekanan hidrostatik fluida pemboran diusahakan di bawah tekanan pori formasi
yang sedang dibor. Keadaan ini dapat dilakukan dengan menambahkan gas seperti
udara atau nitrogen ke dalam fasa cair fluida pemboran.
Untuk
mencapai kondisi underbalanced pada
saat mengebor, perlu adanya peralatan yang menunjang dan pemilihan fluida yang
cocok dengan kondisi reservoir. Metoda
pemboran underbalancebiasanya dilakukan untuk mencegah hal-hal yang dapat terjadi pada pemboran
formasi bertekanan rendah, yang bila dilakukan dengan teknik overbalance
akan mendatangkan masalah seperti kehilangan sirkulasi, kerusakan formasi
serta pipa terjepit.
Keuntungan Metoda Underbalanced
Drilling
Metoda Underbalanced Drilling (UBD) mempunyai
kelebihan dibandingkan dengan pemboran overbalance yang menggunakan fluida
pemboran dengan gradien tekanan lebih besar dibanding dengan tekanan formasi.
Kelebihan-kelebihan tersebut adalah :
·
Mencegah
terjadinya hilang lumpur (loss
circulation).
·
Meningkatkan
laju penembusan pahat.
·
Mencegah
terjadinya pipa terjepit (differential
pipe sticking).
·
Mencegah
terjadinya kerusakan formasi (formation
damage).
·
Meningkatkan hasil penilaian formasi.
·
Biaya
penggunaan lumpur pemboran relatif berkurang.
Disamping kelebihan
diatas, metode pemboran underbalance juga mempunyai kelemahan, di antaranya
dilihat dari :
- Aspek keamanan.
- Aspek biaya.
- Aspek kerusakan.
Mencegah Terjadinya Hilang Lumpur (Loss Circulation)
Hilang
sirkulasi adalah masuknya lumpur pemboran ke dalam formasi. Hilang sirkulasi
dapat sebagian, dimana terdapat sirkulasi balik ke permukaan dan hilang total,
yaitu tidak ada sirkulasi balik ke permukaan dari lubang bor.
Hilang
sirkulasi dapat terjadi pada dua tipe formasi berikut :
1.
Formasi
yang dapat membuat lumpur masuk ke dalamnya seperti :
·
Formasi
dengan rekah alami (natural fractures).
·
Zona
bergua/gerowong (cavernous).
·
Zona
berpermeabilitas tinggi.
2.
Formasi
yang mengalami perekahan yang disebabkan oleh :
·
Berat
lumpur yang terlalu tinggi.
·
Tingginya
laju alir lumpur yang dapat meningkatkan equivalent circulating mud
weight, gme = gm + gaf , dimana gaf adalah meningkatnya equivalent
circulating mud weight yang disebabkan kehilangan tekanan di annulus yang
sebanding dengan laju alir lumpur.
gaf = Pann-loss / 0.052 / kedalaman
·
Tekanan
surge yang disebabkan kecepatan memasukkan rangkaian drillstring (tripping-in)
terlalu cepat yang dapat meningkatkan equivalent circulating mud weight, gme = gm + gsurge , dimana gsurge sebanding dengan ukuran pipa.
·
Kurangnya
pembersihan lubang bor yang dapat menyebabkan meningkatnya densitas lumpur.
Dalam
proses pemboran, terdapat kemungkinan pahat menembus formasi dengan gradien
tekanan rekah yang relatif rendah (lapisan permeabilitas sangat besar,
rekah-rekah dan lain-lain). Bila hal ini terjadi besar kemungkinan lumpur masuk
ke formasi. Salah satu alternatifnya adalah dengan menurunkan berat lumpur
serendah mungkin, tetapi sifat-sifat fisik dan kimia untuk mendukung pemboran
masih terjaga. Bila dengan menggunakan air tawar (r = 8,33
ppg) dengan gradien tekanan hidrostatik 0,433 psi ternyata masih juga loss,
maka fluida pemboran dapat diperingan dengan menggunakan udara atau gas yang
dilarutkan pada fluida pemboran, bisa juga dengan menggunakan busa atau foam.
Jika formasinya ternyata sangat porous dan fluida di annulus tetap turun, maka
fluida pemboran di annulus ditarik dengan menggunakan peralatan separator yang
divakumkan dan digunakan rotation blow
out preventer sebagai packer antara lubang dengan udara luar.
Dengan diterapkannya pemboran underbalance pada tipe formasi tersebut maka kemungkinan
kehilangan sirkulasi dapat dihindari, karena penggunaan lumpur pemboran yang
memberikan tekanan lubang bor di bawah tekanan formasi.
Gasified Liquid Drilling
(Pemboran Aerasi)
Fluida pemboran aerasi
terdiri dari fasa gas yang diinjeksikan (dicampur) ke dalam fasa lumpur dasar (oil base-mud atau water base-mud) dimana
fraksi fasa cairan lebih dari 25 % dan lumpur aerasi ini mempunyai densitas
efektif antara 4-7 ppg. Penggunaan lumpur aerasi ini terutama untuk mencegah
terjadinya problem kehilangan sirkulasi yang akan terjadi jika menggunakan
fluida pemboran konvensional. Pengaturan tekanan sirkulasi dapat dilakukan
dengan mengatur laju (rate) gas
injeksi dan laju lumpur yang dipompakan. Biasanya perbedaan tekanan antara
tekanan hidrostatis lumpur aerasi di lubang bor dengan tekanan pori formasi
berkisar antara 200-500 psi14) (tekanan underbalanced). Tidak seperti teknik pemboran underbalanced lainnya, fasa cairan fluida pemboran aerasi dapat
digunakan kembali setelah sirkulasi dan kembali ke permukaan.
Komponen Fluida Pemboran
Aerasi.
Fluida pemboran aerasi
terdiri dari dua fasa, yaitu fasa cairan sebagai lumpur dasar dan fasa gas yang
digunakan untuk mengurangi densitas lumpur dasar.
Fasa Cairan (Lumpur Dasar)
Biasanya lumpur pemboran overbalanced yang ringan digunakan
sebagai fasa cairan (lumpur dasar) untuk fluida pemboran aerasi, dimana
komponen utamanya adalah air (water-based
mud) atau minyak (oil-based mud)
sebagai contoh yaitu air tawar, air asin, diesel, crude oil dan kondensat. Jika memungkinkan, lumpur pemboran tidak
akan digunakan sebagai fasa cairan dari pemboran aerasi, akan lebih baik jika
aliran fluida dari formasi sendiri yang digunakan sebagai fasa cairan. Karena
jika digunakan lumpur pemboran maka akan terkontaminasi oleh aliran fluida dari
formasi dan untuk merekondisikan lumpur ini membutuhkan biaya yang lebih mahal
misalnya untuk membuang kontaminannya. Air tawar lebih sering digunakan sebagai
lumpur dasar karena lebih mudah mendapatkannya.
Fasa Gas
Udara di alam terbentuk dari
campuran gas-gas dengan komposisi tertentu, yaitu 78% nitrogen, 21% oksigen dan
1% gas-gas lain seperti argon, neon dan lainnya. Karena udara tersedia
di bumi dalam jumlah banyak, maka biaya penyediaan udara sangat murah. Udara
juga tidak beracun sehingga setelah digunakan sebagai campuran lumpur aerasi
dapat dibuang langsung ke alam tanpa merusak lingkungan.
Keuntungan menggunakan udara
sebagai fluida sirkulasi dalam pemboran aerasi antara lain :
1.
meningkatkan laju penetrasi karena udara mengurangi tekanan
hidrostatis pada formasi yang sedang dibor, sehingga batuan lebih mudah
terlepas untuk menyeimbangkan perbedaan tekanan. Laju penetrasi di kebanyakan
formasi dapat meningkat 100% dibandingkan menggunakan fluida pemboran yang
lain.
2.
tidak menyebabkan kerusakan formasi, karena udara memiliki
berat yang sangat ringan dibandingkan fluida pemboran lain.
3.
fluida formasi dapat diketahui seketika karena udara
membentuk sistem underbalanced di
depan formasi sehingga fluida formasi masuk ke dalam sumur.
4.
Penginjeksian udara ke dalam lumpur bertujuan mengimbangi
tekanan formasi sehingga tidak terjadi masalah hilang sirkulasi.
Udara merupakan fluida
kompresibel yang volumenya dipengaruhi tekanan dan temperatur. Karena densitas
lumpur aerasi dipengaruhi oleh volume udara maka densitas lumpur aerasi berbeda
pada setiap kedalaman.
Nitrogen dengan kadar
92-99,5 % (oksigen = 0,5-8 %) biasanya lebih sering digunakan sebagai fasa gas
yang diinjeksikan, karena lebih mudah untuk diproduksikan dan tidak lebih
korosif.
Teknik Pemboran Aerasi
Ada dua teknik dasar untuk
penginjeksian/pencampuran gas ke dalam fasa lumpur dasar yaitu pencampuran yang
dilakukan di permukaan sebelum masuk ke rangkaian drillstring dan pencampuran yang dilakukan di dalam lubang melalui
annulus.
ANALISA DATA
Data – data :
Kedalaman :
2078 mku (6817 ft)
Tekanan permukaan : 14,7 psia
Gradien Tekanan Formasi : 0,293 psi/ft
Temperatur permukaan : 60 °F
Gradient temperatur : 0.015 °F/ft
Lumpur dasar yang dipakai :
air tawar (8,334 ppg ; 28 MF-detik ; 1 cp)
Laju alir lumpur dasar : 150 gpm = 20,1 cfm
Gas yang dipakai : Nitrogen (0,017 cp)
N2 gravity : 0,97
ROP : 5 min/m = 39,3 fph
RPM : 60 rpm
Flow Through Motor: min. : 175 gpm,
maks. = 275 gpm
A. Densitas lumpur aerasi (rA) yang diinginkan :
- Tekanan formasi pada kedalaman 1978 mkt (6489,8 ft)
= 6489,8 x 0,293
= 1901,5 psi
- Tekanan underbalanced
pada kedalaman 1978 mkt (6489,8 ft), persamaan 3.10. :
= 1901,5 psi – 200 psi
= 1701,5 psi » 5,04 ppg
\ (rA) = 5,04 ppg
B. Volume N2 yang
diinjeksikan dari permukaan :
· T1 = 520 °R
· T2 = {(6489,8/2) x 0,015} + 520 °R
= 568,7 °R
· P1 = 14,7 psia
· P2 = {(6489,8 x 0,293 ) + 14,7 } / 2
= 958 psi
· Volume 1 scf N2 pada kondisi kedalaman 6489,8 ft
(pers. 3.5) :
= 0.0168 cuft
· Jika gravity N2 (S) = 0,97, maka densitas N2
(rgs) pada kondisi permukaan adalah sebesar (pers. 3.6):
rgs = (2,703 x 0,97 x 14,7) / 520
= 0,0741 lbm/ft3» 0,00991 ppg
· Maka density N2 pada kondisi kedalaman 6489,8 ft
(pers. 3.7):
= 0,00124 lbm/ft3» 0,000166 ppg
· Laju volumetrik N2 pada kedalaman 6489,8 ft (pers.
3.9) :
= 97,8 gpm » 13,1 cfm
· Total laju alir (N2 + lumpur dasar)
= 13,1 + 20,1
= 33,2 cfm
- Dengan demikian laju volumetrik N2 yang
diinjeksikan di permukaan adalah sebesar (pers. 3.11) :
=
779 scfm
Metode Poettman dan Bergmann
:
= 88, 24 scf/ bbl
= ( 0,35 x 88,24 x 150 ) / 14,7
= 315 scfm
Gambar : Grafik Hubungan Kedalaman Terhadap Laju Volumetrik Nitrogen
Gambar: Grafik Hubungan Kedalaman Terhadap Densitas Lumpur Aerasi.
Penentuan metode perhitungan
yang mendekati dengan kenyataan di lapangan :
- Dengan menggunakan cara yang sama seperti pada point B (Gas
Law Method) dan point C (P& B Method), dilakukan perhitungan untuk
berbagai kedalaman : Ditunjukkan pada Tabel:Perbandingan
Antara Metode Poettman-Bergmann dengan Metode Gas Law Untuk Volume Gas
Injeksi
Kecepatan dan pola aliran lumpur aerasi
( 2078 mku) :
- Data lubang bor, tubular dan serbuk bor :
Tabel : Data Lubang Bor, Tubular dan
Serbuk Bor
- Kecepatan lumpur aerasi di annulus OH 6” – DP 3,5” (2078
mku = 6818 ft), (pers. 3.19) :
= 256,12 fpm
- Bilangan Reynold (NRe) untuk kecepatan lumpur
aerasi sebesar 256,12 fpm (pers. 3.21) :
= 64835,61
NRe> 4000 maka pola aliran lumpur aerasi di OH
6” – DP 3,5” pada kedalaman 6818 ft adalah turbulen.
- Untuk perhitungan pada bagian annulus lainnya pada setiap
kedalaman dapat dilihat pada tabel.
Pengangkatan serbuk bor :
- Kecepatan terminal serbuk bor (tuff) :
= 2,96 fpm
- Bilangan Reynold serbuk bor (NRec), (pers.
3.28) :
= 5,9006
1 < (NRec)
< 2000, maka pola alirannya adalah
transisi.
- Konsentrasi serbuk bor di annulus :
= ( 0,01778 x 39,3 ) + 0,505
= 1,2 %
- Kecepatan pengangkatan serbuk bor (pers.3.32):
= 82,47 fpm
- Koreksi kecepatan terminal serbuk bor terhadap inklinasi
(q³ 45°), (pers.
3.31) :
= 1,96
- Kecepatan minimal lumpur aerasi (Vmin) yang
dibutuhkan untuk mengangkat serbuk bor ke permukaan :
= 82,47 + ( 2,96 x 1,96 )
= 88,29 fpm
- Vann> Vmin256,12 fpm > 88,29
fpm
\
Kecepatan lumpur aerasi di
annulus pada kedalaman 6818 ft lebih dari kecepatan minimal yang dibutuhkan
untuk pengangkatan serbuk bor, maka pengangkatan serbuk di OH 6” – DP 3,5” bor
sudah baik.
Gambar 4.5. : Grafik Hubungan Kedalaman Terhadap Kecepatan Lumpur Aerasi di
Annulus dan Kecepatan Minimal Lumpur Aerasi Yang Dibutuhkan Untuk Pengangkatan
Serbuk Bor Yang Baik
PEMBAHASAN
Pemboran horizontal sumur
JTB-189A pada lapangan Jatibarang dilakukan untuk penambahan titik serap sumur
dengan target lapisan adalah Formasi Volkanik Jatibarang. Berdasarkan data
reservoar Lapangan Jatibarang, tekanan pada Formasi Volkanik Jatibarang telah
turun (depleted) menjadi sebesar
0,287 psi/ft (tahun 2000) dari 0,438 psi/ft (tahun 1973). Berdasarkan referensi
dari sumur JTB-88, perkiraan tekanan formasi sumur JTB-189A pada kedalaman 1880
mkt adalah sebesar 1806 psi (5,63 ppg). Hal ini berarti bahwa penggunaan lumpur
dasar air (8,33 ppg) saja sudah menyebabkan kemungkinan terjadinya kehilangan
sirkulasi. Berdasarkan data-data geologi, diperkirakan Formasi Volkanik
Jatibarang terdiri dari rekahan. Dan dari data pemboran, seringkali ketika
operasi pemboran memasuki Formasi Volkanik Jatibarang, selalu terjadi
kehilangan sirkulasi. Dengan demikian
Formasi Volkanik Jatibarang merupakan kandidat yang tepat untuk pelaksanaan
operasi pemboran underbalanced.
Fungsi
dari gas yang diinjeksikan ke dalam lumpur dasar pada pemboran aerasi adalah
untuk meringankan berat lumpur dasar tersebut sampai didapatkan berat yang
diinginkan untuk memberikan kondisi underbalanced
terhadap formasi yang sedang dibor. Sedangkan salah satu fungsi lumpur
aerasi yang bersirkulasi adalah untuk mengeluarkan serbuk bor dari lubang bor.
Volume nitrogen berpengaruh terhadap kondisi temperatur dan tekanan pada suatu kedalaman. Dengan demikian fraksi nitrogen dan lumpur dasar akan berubah terhadap kedalaman. Perubahan fraksi ini akan mempengaruhi perubahan densitas dan viskositas lumpur aerasi pada setiap kedalaman. Untuk perhitungan laju volumetrik gas injeksi teoritis, pada penelitian ini menggunakan metode Gas Law, karena memberikan hasil perhitungan lebih mendekati dengan kenyataan di lapangan (± 18,6 %) dari pada menggunakan metode Poettman-Bergmann (± 63,2 %). Selanjutnya dengan software perhitungan lumpur aerasi yang penulis buat, dilakukan perhitungan-perhitungan untuk berbagai kedalaman.
Pada pemboran kedalaman 1978 mkt,
densitas lumpur aerasi yang diinginkan adalah sebesar 5,04 ppg. Dengan laju
injeksi lumpur dasar (air = 8,33 ppg) sebesar 150 gpm, maka laju volumetrik
nitrogen yang dibutuhkan untuk menurunkan densitas lumpur dasar sebesar
densitas lumpur aerasi yang diinginkan adalah sebesar 13,1 cfm. Sedangkan
injeksi nitrogen dari permukaan sebesar 779 scfm. Fraksi lumpur dasar di
permukaan adalah sebesar 2,51 % sedangkan fraksi nitrogen adalah sebesar 97,49
%. Karena volume nitrogen berpengaruh terhadap kondisi tekanan dan temperatur
pada setiap kedalaman, maka fraksi lumpur dasar pada kedalaman 1978 mkt adalah
sebesar 77,03 % sedangkan fraksi gas menjadi sebesar 22,97 %. Perubahan fraksi
masing-masing fasa tersebutlah yang menurunkan densitas lumpur dasar dari 8,33
ppg menjadi 5,04 ppg (lumpur aerasi). Hal yang sama juga terjadi pada
viskositas lumpur aerasi, karena fraksi nitrogen sangat besar di permukaan,
maka viskositas lumpur aerasi menjadi kecil (0,082 cp), namun ketika sampai
pada kedalaman 1978 mkt karena fraksi gas berkurang maka viskositas lumpur
aerasi naik menjadi 0,77 cp. Hal yang sebaliknya terjadi ketika lumpur aerasi
bersirkulasi di annulus.
Pengangkatan serbuk bor yang baik
adalah apabila kecepatan lumpur aerasi
di annulus (Vann) lebih dari kecepatan minimal lumpur yang
dibutuhkan untuk mengangkat serbuk bor (Vmin). Pada pemboran
kedalaman 1978 mkt, kecepatan minimal lumpur aerasi yang dibutuhkan untuk
mengangkat serbuk bor keluar dari lubang bor adalah sebesar 88,52 fpm.
Sedangkan kecepatan lumpur aerasi minimal yang terjadi adalah sebesar 91,53 fpm
dengan pola aliran turbulen sepanjang annulus. Hal ini berarti bahwa Vann>
Vmin. Dengan demikian pengangkatan serbuk bor sepanjang annulus
sudah baik. Maka, kemungkinan terjadinya masalah hilang sirkulasi dan pipa
terjepit jika di tinjau dari pembersihan lubang bor tidak akan terjadi.
Secara teoritis, desain program
sirkulasi yang dilakukan pada kedalaman 2003 mkt (2164 mku) menunjukkan bahwa
operasional pemboran aerasi tidak akan menemui hambatan jika laju alir lumpur
dasar yang dipompakan sebesar 150 gpm. Dengan menggunakan laju alir lumpur
dasar sebesar 150 gpm, tiga kriteria desain telah terpenuhi yaitu dapat
memberikan tekanan undernalanced yang
diinginkan (960 scfm), memberikan pembersihan lubang bor yang cukup (950 scfm)
dan dapat memberikan power ke mud motor dengan laju alir volumetrik
nitrogen maksimum adalah sebesar (920 scfm)
Perhitungan dan evaluasi yang
sama dapat dilakukan terhadap masalah hilang sirkulasi (partial) yang terjadi pada kedalaman 2118 mku maupun 2158 mku. Pada
kedalaman 2158 mku, untuk mengurangi resiko tertinggalnya peralatan di dalam
lubang bor akibat sering terduduknya rangkaian drillstring, maka mud
motor tidak digunakan lagi. Berdasarkan data yang diambil di lapangan, laju
alir lumpur dasar adalah sebesar 125 gpm dan laju alir volumetrik nitrogen
adalah sebesar 1010 scfm. Bila dilakukan perhitungan secara teoritis maka
pengangkatan serbuk bor sepanjang annulus pada kedalaman tersebut sudah baik
dan bila ditinjau dari desain program sirkulasi maka laju alir lumpur sebesar
125 gpm tidak akan memenuhi kriteria desain, terutama untuk kebutuhan minimum mud motor yaitu sebesar 150 gpm. Tetapi
karena mud motor sudah tidak
digunakan lagi maka hal ini dapat di abaikan. Kehilangan sirkulasi tersebut
dimungkinkan karena pemboran menembus zona rekahan, sehingga fluida pemboran
masuk ke dalamnya dan tidak ada sirkulasi balik ke permukaan.
Untuk pemboran aerasi pada sumur
JTB-189A, pengangkatan serbuk bor kurang baik jika laju alir lumpur dasar yang
dipompakan £ 100 gpm, hal ini akan terjadi di annulus antara
selubung 9 5/8” dan DP 3,5”. Karena semakin besar diameter ekuivalen annulus
maka kecepatan lumpur aerasi yang melalui annulus tersebut akan semakin kecil
hingga Vann< Vmin yang menyebabkan kurangnya
pengangkatan serbuk bor.
Pada saat menembus zona rekahan
tersebut (2003 mkt) tidak terdapat aliran sirkulasi balik lumpur aerasi ke
permukaan hal ini dapat berarti bahwa formasi masih belum mampu menahan tekanan
lumpur aerasi (rA = 5,05 ppg) dengan drawdown underbalanced sebesar 200 psi.
Berdasarkan analisa dengan software
yang penulis buat agar pemboran tetap berlangsung tanpa adanya masalah hilang
sirkulasi dan tidak terangkatnya serbuk bor, maka DUB dirubah menjadi 350 psi. Dengan DUBsebesar 350 akan memberikan
densitas lumpur aerasi yang lebih rendah yang selanjutnya akan memberikan
tekanan lubang bor yang lebih rendah sehingga diharapkan formasi masih mampu
menahannya dan kehilangan formasi tidak akan terjadi. Dengan laju alir lumpur
yang sama (100 gpm) penurunan densitas air formasi tersebut membutuhkan laju
volumetrik gas yang lebih besar pada kedalaman 2003 mkt, sehingga fraksi gas
pada setiap kedalaman juga akan bertambah besar. Hal ini berarti laju alir
lumpur aerasi pada setiap kedalaman juga akan meningkat sehingga kecepatan
lumpur aerasi meningkat juga. Meningkatnya kecepatan lumpur aerasi ini berarti
pembersihan lubang bor yang semakin baik.
KESIMPULAN
2.
Perubahan
fraksi lumpur dasar dan nitrogen akan mempengaruhi densitas dan viskositas
lumpur aerasi pada setiap kedalaman, dimana fraksi lumpur dasar untuk lumpur
aerasi lebih dari 25 persen.
3.
Ditinjau
dari pengangkatan serbuk bor, untuk menghindari problem hilang sirkulasi dan
pipa terjepit, maka kecepatan minimal lumpur aerasi yang diperlukan untuk
pengangkatan serbuk bor yang baik pada kedalaman 1930 mku – 2164 mku adalah
sebesar 100 fpm.
4.
Dengan
DUB
= 200 psi masalah hilang sirkulasi terjadi pada kedalaman 2003 mkt dan ini
dapat dikarenakan formasi masih belum mampu menahan tekanan yang diberikan oleh
lumpur aerasi (rA
= 5,05 ppg).
5.
Agar
pembersihan lubang bor baik dan masalah hilang sirkulasi tidak terjadi, maka DUB
dapat di ubah dari 200 psi menjadi 350 psi dan ini memberikan densitas lumpur
aerasi dari 5,05 ppg menjadi sebesar 4,61 ppg yang selanjutnya akan memberikan
tekanan lubang bor yang masih mampu ditahan oleh formasi dan meningkatkan
kecepatan lumpur aerasi di annulus.
LAMPIRAN
Tabel: Data Lubang
Bor, Tubular dan Serbuk Bor
DATA LUBANG BOR
|
||||
CASING
|
ID, inch
|
Panjang, ft
|
||
SURFACE
|
9,625
|
4019
|
||
LINER
|
7
|
2313
|
||
OPEN HOLE
|
6
|
486
|
||
TUBULAR
|
ID, inch
|
OD, inch
|
Panjang, ft
|
|
DP 4,75”
|
2,687
|
4,75
|
2484
|
|
DC 4,5”
|
3,826
|
4,5
|
646
|
|
DP 3,5”
|
2,687
|
3,5
|
3688
|
|
DATA SERBUK BOR
|
Diameter, inch
|
Density, ppg
|
||
Shale
|
0,079
|
20,8
|
||
Sandstone
|
0,02
|
18,3
|
||
Limestone
|
0,019
|
22,5
|
||
Silts
|
0,079
|
20,8
|
||
Tuffa
|
0,02
|
18,3
|
||
Tidak ada komentar:
Posting Komentar